Hijrah Versi Aku. (Part. 1)
Jika mendengar kata ‘hijrah’ apa yang ada di pikiran kita?
Berpindah, move on, atau berubah?
Menurut KBBI sendiri ada tiga versi arti dari hijrah, pertama : perpindahan Nabi Muhammad saw. bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy, kedua : berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya), dan ketiga : perubahan (sikap, tingkah laku, dan sebagainya) ke arah yang lebih baik.
Baik, kembali ke topik. Ketika berbicara tentang hijrah apalagi di era sekarang memang sedang trending. Banyak orang-orang yang hijrah, mulai dari fenomena artis hijrah, tokoh-tokoh publik, dan teman-teman sekitar saya juga banyak yang hijrah.
Namun, hijrah yang akan dibahas disini adalah hijrah dalam perjalanan spiritual seseorang. Atau progres kehidupan seseorang, yang dulunya kurang baik sekarang menjadi lebih baik.
Ketika menulis tulisan ini, aku adalah orang yang sudah beberapa bulan menggunakan cadar.
Cadar, iya penutup sebagian wajah itu.
Terlahir dari keluarga yang sangat biasa, bukan pula agamis adalah suatu ketentuan dari Yang Maha Kuasa. Dan disinilah perjalanan hijrahku dimulai.
Dari SD aku bersekolah di sekolah negeri yang notabene nya adalah sekolah umum. Semua hal yang dipelajari tidak ada yang khusus.
Lalu ketika lanjut ke jenjang SMP, barulah aku masuk di SMP Swasta Islam Terpadu. Ya, dari sinilah aku mulai lebih mengenal lagi tentang agamaku. Dimana di dalam mata pelajarannya terdapat tahfidz (menghafal Al Qur’an) dan bahasa Arab.
Kemudian ada kegiatan mentoring atau kajian perkelompok bersama ustadzah di sekolah. Disini kami saling share info, bertukar pikiran dan pengalaman, dan tentunya materi atau ceramah yang disampaikan oleh ustadzah.
Di sekolah SMP ku ini, ada penilaian selain akademik. Ya, penilaian ini dihitung berdasarkan poin. Jika melanggar aturan sekolah maka akan dikurangi poin nya. Dan salah satu aturan yang sangat besar poinnya jika dilanggar adalah, tidak mengenakan jilbab di luar lingkungan sekolah.
Yep, seperti yang kita ketahui zaman sekolah dulu pakai jilbab hanya di sekolah saja. Dengan aturan seperti ini, mau tidak mau akupun mulai memakai jilbab dimanapun berada.
Awalnya sulit, karena tidak biasa. Bagaimana tidak, ketika SD jilbab hanya dipakai hari Jum’at saja, lanjut siangnya di MDA (tempat ngaji). Selain itu tidak pernah memakai jilbab.
Begitulah, berawal dari keterpaksaan akhirnya aku bisa istiqomah memakai jilbab.
Akhirnya masa SMA pun dimulai, dimana masa ini menurutku adalah masa yang paling menyenangkan dan dirindukan.
Tidak ada komentar